Radarnews9.com || Mojokerto – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) berupa penarikan biaya tambahan di destinasi wisata The Full Hot Spring and Resort, yang berlokasi di Desa Padusan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, pungutan tiket masuk dan biaya tambahan tersebut diduga dilakukan tanpa dasar regulasi dan legalitas yang jelas.
Aktivis asal Surabaya, Hadi Sulistyo, SH, menegaskan bahwa setiap pengelola destinasi pariwisata wajib memenuhi lima kriteria utama dalam menarik retribusi tiket masuk agar tidak dikategorikan sebagai pungli. Lima kriteria tersebut meliputi: memiliki badan hukum yang jelas, objek pemungutan yang sah, pengelola memiliki Surat Keputusan (SK), alat bayar atau tiket resmi, serta setoran penarikan yang memiliki legalitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Lima syarat ini wajib dipenuhi. Jika salah satunya tidak ada, maka penarikan biaya bisa dikategorikan sebagai pungutan liar,” ujar Hadi Sulistyo kepada awak media, Senin (22/12/2025).

Namun, kondisi di The Full Hot Spring and Resort justru menimbulkan tanda tanya. Berdasarkan temuan di lapangan, terdapat dua jenis karcis yang dibebankan kepada pengunjung. Satu karcis diterbitkan oleh PT Palawi Risorsis selaku pengelola kawasan wisata, dan satu lagi berasal dari The Full Cafetaria dengan keterangan biaya Surcharge Weekend, meskipun kunjungan dilakukan pada hari biasa.
Saat dikonfirmasi, Sugi, selaku pengelola The Full Cafetaria, menyampaikan bahwa biaya tambahan tersebut diperuntukkan bagi kebersihan dan pelayanan.
“Betul, itu biaya tambahan untuk kebersihan dan pelayanan,” ujar Sugi melalui pesan WhatsApp.
Namun, pernyataan tersebut dinilai janggal. Pasalnya, biaya kebersihan dan pelayanan seharusnya telah menjadi tanggung jawab pihak pengelola utama, yakni PT Palawi Risorsis, mengingat pengunjung telah membayar tiket masuk sebesar Rp15.000 per orang dewasa.
Di sisi lain, pengunjung masih diwajibkan membayar biaya tambahan sebesar Rp8.000 per orang di bawah naungan The Full Cafetaria, dengan iming-iming mendapatkan air mineral gratis saat masuk. Praktik ini pun menuai pertanyaan publik terkait dasar hukum dan legalitas penarikan biaya tersebut.
Saat diminta menunjukkan legalitas The Full Cafetaria dalam melakukan penarikan biaya tambahan, Sugi tidak dapat memperlihatkan dokumen pendukung dan justru mengarahkan awak media ke pihak PT Palawi Risorsis. Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa biaya surcharge tersebut berpotensi masuk kategori pungutan liar.

Hadi Sulistyo menegaskan, apabila terdapat pengelola destinasi wisata yang menarik retribusi tanpa disertai tiket resmi dan objek pemungutan yang jelas, maka pungutan tersebut dapat dipastikan sebagai pungli.
“Jika tiket masuk sudah ada, namun pengunjung masih dimintai bayaran tambahan tanpa dasar hukum yang jelas, maka itu pungli. Dalam kondisi demikian, pengunjung sebenarnya berhak menolak membayar,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa seluruh alat bayar, termasuk tiket masuk, harus terintegrasi dan terdaftar pada Bapenda, mengingat adanya kewajiban pajak dari setiap penarikan retribusi.
Apabila nantinya terbukti terdapat praktik pungutan liar oleh The Full Cafetaria, tim investigasi awak media menyatakan akan melaporkan temuan tersebut kepada Tim Siber Saber Pungli Kepolisian.
“Kami meminta peran aktif masyarakat untuk melaporkan apabila menemukan destinasi wisata yang melakukan penarikan biaya tidak sesuai dengan lima syarat tersebut,” pungkas Hadi Sulistyo, SH.
(Bersambung/Red)
